Headlines News :
Home » » Pemkot Bandung Usulkan Kawasan Asia Afrika Jadi Memory of the World UNESCO

Pemkot Bandung Usulkan Kawasan Asia Afrika Jadi Memory of the World UNESCO

Written By Liputan Jabar on Senin, 25 Agustus 2025 | Senin, Agustus 25, 2025

BANDUNG - Pemerintah Kota Bandung tengah memperjuangkan kawasan Asia Afrika agar diakui UNESCO sebagai bagian dari program Memory of the World.  Hal itu merupakan bagian dari upaya Pemkot Bandung melestarikan bangunan cagar budaya.

Menurut Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menjaga cagar budaya bukan hanya sebagai wajah Kota Bandung, melainkan juga sebagai karakter dan jiwa kota yang harus dilestarikan.

Nilai yang terkandung dalam cagar budaya kerap kali bersifat subjektif, namun justru di situlah letak keindahan dan kekayaannya.

"Cagar budaya itu lebih dari sekadar tampilan fisik. Ada jiwa di dalamnya yang harus kita jaga bersama. Saya percaya pemerintah Kota Bandung berkewajiban mempertahankan karakter kota yang salah satunya dibentuk oleh cagar budaya," ujar Farhan saat Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 6 Tahun 2025 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Cagar Budaya di Hotel Mercure City Center, Jalan Lengkong Besar, Senin, 25 Agustus 2025.

Farhan mencontohkan sejumlah kawasan yang masih bisa diselamatkan, seperti Jalan Supratman, Cipaganti, dan Asia Afrika.

Namun, ada pula kawasan yang sulit dipertahankan, misalnya di sekitar Jalan Cihampelas dan Jalan L.L.R.E. Martadinata (Jalan Riau).

Ia juga mengungkapkan adanya warga yang meminta agar rumah warisan yang berstatus cagar budaya kategori A dibeli pemerintah dengan harga mencapai Rp19 miliar.

"Saya ingin mengiyakan, tapi uang Rp19 miliar itu bukan uang pribadi. Semua harus melalui mekanisme DPRD. Inilah yang harus dijaga bersama," jelasnya.

Farhan mengingatkan jajarannya agar tidak memiliki vested interest maupun conflict of interest dalam pengelolaan cagar budaya. Aparatur wajib berpihak hanya pada aturan hukum yang berlaku.

"Kalau ada pegawai terbukti melanggar, saya pastikan akan ditindak tegas. Pemerintah tidak boleh berada di posisi setuju atau tidak setuju, tapi harus berpegang pada undang-undang, peraturan pemerintah, hingga Perda. Bahkan diskresi presiden sekalipun harus tertulis," tegasnya.

Salah satu contoh yang diangkat adalah Kebun Binatang Bandung. Farhan menilai kawasan tersebut memiliki nilai heritage tinggi, tetapi tata ruangnya kini tidak ideal, dengan kandang satwa yang terlalu dekat dengan pemukiman dan trotoar.

"Dalam kondisi seperti ini, pemerintah harus menjaga keseimbangan dan tetap berpijak pada aturan," katanya.

Farhan juga menyinggung kasus Sumur Bandung yang ditetapkan sebagai cagar budaya.

Meski secara kasat mata tampak sederhana, penetapan tersebut memiliki dasar hukum sehingga pemerintah wajib melindunginya.

"Pertanyaan masyarakat tentang kenapa satu objek jadi cagar budaya adalah PR besar kita. Edukasi harus terus diulang, tidak boleh berhenti sekali saja," tambahnya.

Farhan juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan TNI, khususnya TNI AD, yang memiliki banyak aset bangunan bersejarah di Bandung.
Menurutnya, dialog dengan pemilik lahan atau bangunan harus dilakukan sebelum ada langkah pemanfaatan.

"Kalau kemudian bangunan itu bisa bertransformasi menjadi museum atau kafe, tentu itu keren luar biasa. Tetapi tetap harus melalui dialog dan kerja sama yang terbuka," jelasnya.

Farhan menilai, pentingnya mencari ekuilibrium dalam setiap perdebatan tentang cagar budaya.

"Akhir dari sebuah perdebatan bukanlah condong ke kiri atau ke kanan, tapi menciptakan kesetimbangan yang mengakomodasi kepentingan semua pihak. Pada akhirnya, yang kita jaga adalah kepentingan Kota Bandung itu sendiri," pungkasnya. 
Share this post :

Posting Komentar

 
Copyright © 2016. LiputanJabar.com | Akurat Terpercaya .
Kontak Redaksi | Designed By Bang One