Headlines News :
Tampilkan postingan dengan label Tokoh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tokoh. Tampilkan semua postingan

Ingatkan Ajaran Bung Karno, Dadan Tri Yudianto Ajak Kaum Milenial Berdikari

BANDUNG, LiputanJabar –  Berdiri di atas kaki sendiri atau Berdikari secara ekonomi sebagai salah satu unsur Trisakti Pancasila harus digaungkan lagi agar menjadi dorongan semangat kepada bangsa Indonesia, khususnya para pengusaha milenial.

Berdikari bukan sekadar istilah kosong yang setiap tanggal 1 Juni diperingati bertepatan dengan Hari Kelahiran Pancasila. Namun bagaimana agar menjadi penggerak yang riil dan mendorong para milenial untuk mampu mandiri secara ekonomi tanpa tergantung pada bantuan orang lain.

"Trisakti ini kan lahir dari Pancasila, nah sementara Pancasila kita kenal sebagai  falsafah hidup bangsa ini, maka saya pikir sangat relevan apabila dalam situasi seperti saat ini unsur-unsur trisakti dapat menjiwai para milenial. Setidaknya para pengusaha milenial ini dapat berdiri sendiri dan mandiri secara ekonomi," cetus pengusaha milenial Dadan Tri Yudianto dalam sebuah perbincangan, di Kota Kembang Bandung, Jumat (28/05/2021).

Dadan  mengatakan, kesempatan berusaha sangat terbuka luas. Maka apabila kesempatan tersebut dimanfaatkan secara tepat berarti telah menjalankan salah satu ajaran trisaksi yang dicetuskan proklamator Bangsa, Bung Karno.

Dapat dibayangkan apabila sebagian besar kaum milenial berkomitmen untuk berdikari, maka kemajuan bangsa ini akan terjadi. Ekonomi nasional akan menjadi kuat dan kesenjangan pendapatan akan berkurang karena besarnya pengusaha yang bergerak di berbagai sektor tanpa berharap bantuan dan pertolongan dari pihak manapun.

Begitu juga dengan beban  keuangan  akan berkurang karena salah satu komponen bangsa sudah mampu mandiri tanpa tergantung bantuan dari negara. Bukan tidak mungkin juga akan mampu memberikan sumbangan bagi bangsa ini keluar dari kemiskinan karena hakikat ajaran Sukarno ini mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan seluruh tumpah darah, Indonesia.

"Saya yakin jika satu komponen bangsa katakan saja kalangan milenialnya yang merupakan populasi terbesar bangsa ini mampu berdikari, maka akan memberikan dampak bagi kemajuan bangsa. Hanya sekarang tinggal kita berusaha menghidupkan ajaran Bung Karno ini dan benar-benar menjadikannya sebagai falsafah hidup sesuai dengan azas Pancasila maka dapat menyangga pilar kehidupan berbangsa," harapnya. (*)

Oded-Yana Besok Resmi Pimpin Kota Bandung

Bandung, Liputanjabar - Oded M Danial dan Yana Mulyana bakal memimpin Kota Bandung mulai Kamis (20/9/2018). Pasangan ini akan memimpin Kota Bandung setelah Gubernur Jawa Barat melantiknya di Gedung Merdeka Jalan Asia-Afrika.

Oded bakal memimpin Kota Bandung untuk periode 2018-2023. Ia akan menjadi Wali Kota Bandung ke-27.  Ia juga akan menjadi Wali Kota ketiga yang melalui proses pemilihan secara langsung. Ketiga Wali Kota Bandung yang terpilih melalui pemilihan umum langsung yaitu Dada Rosada (2008-2013), dan Ridwan Kamil.

Pada Pemilihan Wali Kota Bandung lalu, Oded-Yana meraih sebanyak 634.682 suara. Di Pilwalkot Bandung lalu, sebanyak 1.305.872 warga Kota Bandung menyalurkan aspirasinya. Dari jumlah tersebut, Sebanyak 1.266.830 surat suara dinyatakan sah dan 39.042 surat suara tidak sah.

Dari suara yang sah, Oded memperoleh sekitar 50,1 Persen dukungan.        

Pada pelantikan, Kamis (20/9/2018) sekitar pukul 09.00 WIB, Oded dan Yana bakal didampingi oleh istri dan anak-anaknya.   Oded dan Yana bakal menggunakan Pakaian Dinas Upacara Besar (PDUB). PDUB adalah pakaian dinas berwarna putih, lengkap dengan topi dan atribut lainnya.

Sementara itu, Siti Muntamah Oded juga bakal menjadi Ketua Ketua Tim Penggerak PKK Kota Bandung Masa Bakti 2018-2023. Ia bakal dilantik oleh Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Barat Atalia Praratya di Gedung Sate Jalan Diponegoro.

Pelantikan Ketua TP PKK Kota Bandung ini juga dirangkaikan dengan pelantikan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Bandung. Kedua jabatan tersebut secara ex officio diisi oleh istri kepala daerah.

Red

Oded M Danial, Ulama yang Memilih Jalan Jadi Umaro

Bandung, Liputanjabar - Banyak peran yang telah dijalani Oded M. Danial, Wali Kota Bandung periode 2018-2023. Mulai dari teknisi pembuat bagian pesawat di IPTN (sekarang PTDI), berwirausaha, aktif di berbagai organisasi, anggota legislatif, hingga menjadi kepala daerah. Semua amanah itu dijalani dengan semaksimal mungkin.

Dalam peran apapun, satu hal yang tidak pernah Mang Oded tinggalkan adalah berdakwah, mengajak orang di sekitar kepada jalan kebaikan. Selain tumbuh dalam suasana keluarga yang kental dengan nilai-nilai keislaman, berdakwah sudah menjadi cita-citanya sedari kecil. Komitmen itu dibuktikan dengan cara belajar dengan serius dan tidak pantang menyerah.

Pria kelahiran Tasikmalaya 55 tahun lalu itu memang dididik secara disiplin oleh kakeknya yang dikenal dengan nama Mama Toli. Ia yang mengajarkan keluarganya untuk membiasakan diri bangun pada sepertiga malam untuk salat tahajud.

Bahkan pernah dalam suatu kesempatan, di saat usia suami Umi Siti Muntamah itu masih belum akil baligh, Mama Toli memberikan tugas dadakan kepadanya untuk naik mimbar sebagai khatib pengganti. Meskipun masih duduk di bangku kelas tiga ST kala itu, Mang Oded tidak gentar dan lantas menyampaikan khotbah Jumat di masjid dekat rumahnya.

Sejak khotbah bersejarah itu, Oded sering mendapatkan tugas dadakan sebagai khatib pengganti. Dia semakin terlatih bicara di depan umum, menyampaikan tausiah dengan berbagai tema. Khotbah itu menjadi penanda sebuah pencapaian awal dari cita-cita Oded yang sejak kecil ingin jadi dai, pendakwah yang piawai.

Benar saja, dalam setiap peran yang diberikan kepada Mang Oded, ayah tujuh anak tersebut senantiasa memanfaatkannya untuk berdakwah. Tidak terkecuali saat menjadi karyawan IPTN. Selama 16 tahun dia aktif dalam kegiatan dakwah dan berhasil membina sebanyak 1..200 orang. Dari jumlah tersebut, terdapat 63 orang yang kini aktif sebagai pendakwah.

"Dalam profesi apapun, dakwah harus tetap menjadi hal yang utama. Saya sudah menetapkan hati, dakwah menjadi jalan hidup saya. Pilihan hidup saya," ujar Mang Oded.

Begitupun ketika menjalankan aktivitas berwirausaha, menjadi anggota DPRD, berperan sebagai wakil wali kota mendampingi M. Ridwan Kamil, maupun selama lima tahun ke depan bertugas sebagai pimpinan daerah Kota Bandung. Tidak berlebihan kalau kemudian Mang Oded disebut sebagai ulama yang memilih jalan dakwah umaro.

Menurutnya, berdakwah adalah menjadikan manusia kembali kepada Islam, kepada Allah. Mengajak manusia kepada yang positif. Menghadirkan dakwah dalam konteks kebaikan, sebagaimana tercermin dari kalimat amar ma'ruf nahyi munkar.

"Walaupun hasilnya hanya 0,01 persen. Namun hal itu sudah menuju kebaikan, itu sudah berhasil. Begitu pula, nahi munkar pun kalau 0,01 persen dapat mencegah kemunkaran kita sebut berhasil," tutur Mang Oded. Red

Jelang Pilkada dan Pilpres, Formasi Himbau Tolak Politisasi Tempat Ibadah

Jakarta, - Jelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019, terindikasi akan bermunculan berbagai kepentingan yang masuk ke berbagai elemen, tanpa terkecuali termasuk tempat ibadah. Menyikapi hal tersebut, Ketua Forum Rembuk Masjid Indonesia (Formasi), KH Sholeh Marzuki meminta para Takmir Masjid menjaga tempat ibadah agar tidak disusupi kelompok tertentu yang memiliki agenda politik praktis.

"Para DKM dan Takmir Masjid dihimbau menyerukan agar Masjid jangan dikotori oknum yang mempunyai kepentingan sesaat dan hanya mencari suara dengan menguasai masjid. Jangan masjid dijadikan tempat mengamankan suara yang ujung-ujungnya menjelekkan kelompok sana kelompok sini," tegas Kyai Marzuki di Jakarta (19/3)

Senada dengan Kyai Marzuki, KH Nuril Arifin alias Gus Nuril (Pondok Pesantren Soko Tunggal Rawamangun dan Semarang), menyayangkan jika masjid yang merupakan tempat mulia itu disalah artikan fungsi hanya karena tahun politik dan meminta Takmir Masjid serta para jamaah untuk tidak menggunakan Masjid sebagai ajang kepentingan politik praktis, partisan dan jual beli suara.

"Masjid jangan digunakan kepentingan politik praktis dan partisan. Mari belajar dewasa, bersikap patriot hilangkan ego. Ketika Politik, Pilkada, dan Pilpres berjalan maka masuk ke Masjid dan tenangkan hatimu. Ke Masjid itu mau ketemu Allah apa ketemu calon Gubernur atau calon Presiden," ujar Gus Nuril.

Berdasarkan keterangan pers yang diterima liputanjabar.com Selasa, (20/0318). Gus Nuril juga menghimbau masyarakat secara kompak menyerukan untuk mencegah oknum yang memfungsikan Masjid dari unsur Politik praktis dan mengutamakan fungsi Masjid untuk tempat beribadah kepada Allah SWT. Menjadikan Masjid sebagai sarana untuk mempersatukan umat, bukan dijadikan sarana memecah belah umat dan memperuncing perbedaan.

"Sudah saatnya menjadikan Masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan dan menjadikan mimbar-mimbar Masjid sebagai media untuk menyampaikan dakwah atau ajakan menjalankan ajaran agama secara sejuk dan damai, menerima perbedaan dan saling menjunjung toleransi, bukan caci maki, ujaran kebencian dan ajakan permusuhan." Pungkasnya.

DPP Partai Hanura Keluarkan Surat Tugas untuk Yossi Maju di Pilwalkot Bandung 2018

Bandung, Liputan Jabar - Ajang pemilihan kepala daerah (Pilkada) di berbagai wilayah di Indonesia terus menggeliat. Sama halnya dengan Pilkada di Jawa Barat, salah satunya di Ibukota provinsi yaitu Kota Bandung yang kian hari persaingan parpol dalam mendapatkan kandidat untuk calon Walikota Bandung semakin ketat.

Kali ini giliran DPP Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) yang telah mengeluarkan surat tugas untuk calon walikota Bandung periode 2018-2023 yaitu Sekretaris Daerah Kota Bandung, DR Yossi Irianto. M, Si. Hal tersebut disampaikan ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Hanura Jawa Barat melalui  Sektretaris DPD Hanura Jabar Fitri Putra Nuhraha, pihkanya menargetkan menang di pemilihan Wali Kota Bandung dalam Pilkada serentak 2018. Target itu berdasarkan dari potensi para bakal calon yang ada.

"Kota Bandung, merupakan barometer perpolitian di Jawa Barat, keberhasilan memenangi kontestasi pilwalkot Bandung, adalah sasaran antara, guna meraih sukses pada capaian target tiga besar di pemilu legiskatif 2019. Potensi yang dimiliki kandidat calon Wali Kota Bandung Dr. Yossi Irianto, yang ditopang insfrastruktur partai yang tertata dan kuat mulai dari tingkat DPC, PAC, sampai ranting," ujar Nungki sapaan akrab Sekjen DPD Hanura Jabar, di Gedung DPC Partai Hanura Kota Bandung Rabu (22/11/17).

Sebelumnya dalam sambutan singkatnya, Ketua DPC Hanura Kota Bandung Endun Hamdun menyatakan, Hanura dengan telah resminya menugaskan balon Wali Kota Bandung Yossi Irianto melakukan komunikasi politik dengan partai lain apa yang menjadi cita-cita partai rasanya akan semakin mudah dicapai. "Pak Yossi miliki potensi mendorong dan membesarkan partai Hanura.

Melalui komitmen bersama Hanura akan lebih besar dan berkembang," ujar Endun, yang menindak lanjuti komitmennya dengan menyerahkan surat tugas dari DPP Hanura kepada Yossi Irianto dengan disaksikan para kader Hanura di sekretariat DPC Hanura Kota Bandung, Rabu (22/11/2017).

Berdasarkan data tersebut Yossi Irianto menyambut baik penugasan Partai Hanura. "Saya berterima kasih atas kepercayaan ini. Dan akan saya langsung tindak lanjuti. Komunikasi politik yang sudah terbangun selama ini dalam waktu tidak terkalu lama akan saya wujudkan dalam koalisi partai partai ," tegas Yossi.

Dalam menguatkan mesin partai yang telah memiliki insfrastruktur lengkap, Yossi berkeinginan penguatan kader akan dikolaburasi dengan relawan yang sudah terbentuk. "Tidak mudah tapi tidak sulit," imbuhnya.

Hanura memiliki aturan, yang berpotensi menang, maka Hanura harus mengusung calon kepala daerah sendiri. "Saya berangkat dari partai Hanura artinya harus realistis. Roh pilkada saat ini luar biasa dan saya ingin berkolaburasi dengan partai yang punya hati nurani rakyat," pungkas Yossi. 

Pidato Megawati di HUT PDI-P

Jakarta, LipJab - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memberikan sejumlah instruksi kepada kader partainya dalam pidato peringatan HUT PDIP di JCC, Jakarta, Selasa (10/1/2017).


Instruksi tersebut dua di antaranya ditujukan kepada kader PDIP yang memegang amanah berupa jabatan politik dan pengurus partai baik pusat mau pun ranting.


Kepada kader PDIP yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Mega meminta mereka berhati-hati dalam mengambil keputusan politik. Hal itu disampaikan Mega dalam pidato politiknya di acara peringatan hari ulang tahun ke 44 PDIP. Mega mengingatkan bahwa posisi kader PDIP di legislatif adalah jabatan politik. Kesalahan dalam mengambil keputusan politik tidak hanya berdampak bagi diri pribadi dan keluarga. Kesalahan tersebut akan berdampak pada kehidupan seluruh rakyat.


"Hati-hatilah dalam membuat keputusan-keputusan politik, baik itu berupa perkataan, tindakan, produk politik baik berupa kebijakan politik legislasi, maupun kebijakan politik anggaran," kata Mega.


Menurut Mega, kader PDIP yang duduk di legislatif mau pun eksekutif tak hanya dibutuhkan untuk mempertahankan kesatuan dan kebangsaan. Mereka dibutuhkan untuk mengambil kebijakan politik yang berpihak pada rakyat.


Kepada kader PDIP yang berada di luar eksekutif mau pun legislatif, Mega berpesan agar mereka menjadi 'Banteng Sejati'. "Kepada kader Partai di seluruh Indonesia, saya instruksikan jadilah "Banteng Sejati" di dalam membela keberagaman dan kebhinnekaan. Berdirilah di garda terdepan, menjadi tameng yang kokoh untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Mega.


Dia meminta kader PDIP di daerah untuk tidak ragu dan takut untuk menjadikan kantor partai sebagai rumah bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi.


San/ net

1Juni Ditetapkan Sebagai Hari Pancasila

Bandung, LipJab - Peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di gelar di Gedung Merdeka,  Jalan Asia Afrika, Bandung, Rabu (1/6/2016). Dalam kesempatan tersebut Wali Kota Bandung Ridwan Kamil membacakan teks Pancasila.


Peringatan yang mengusung tema Pancasila Ideologi Bangsaku, Gotong Royong Semangat Negeriku dihadiri oleh Presiden RI Joko Widodo, Presiden RI kelima, Megawati Soekarnoputri, Ketua MPR Zulkifli Hasan, sejumlah Wakil Ketua MPR, yakni Hidayat Nur Wahid, EE Mangindaan dan Oesman Sapta Odang.


Selain itu, hadir pula Ketua DPR Ade Komarudin dan sejumlah anggota DPR dari sejumlah fraksi. Jajaran menteri Kabinet Kerja pun tampak hadir, antara lain Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.


Presiden RI Joko Widodo mengatakan warga negara Indonesia harus bersyukur memiliki pancasila di Banding dengan negara negara lain yang saat ini kondisinya tidak stabil.


"Kita semakin yakin, semakin bersyukur bahwa kita punya pancasila, negara-negara maju saat ini sedang gelisah, galau, resah, toleransi terkoyak solidaritas dan ketertiban sosial terganggu beruntung indonesia punya pancasila," ujar Jokowi.


Menurut Jokowi, tidak ada alasan untuk tidak optimis tentang masa depan. "Tidak ada alasan bagi kita untuk tisak optimis, kita harus optimis masa depan, bahwa kita memanangkan kompetisi global," katanya.


Diakhir sambutan, Joko Widodo pun secara resmi menandatangi Kepres yang berisikan bahwa 1 juni ditetapkan sebagai hari libur nasional dan menjadi ahri peringatan lahirnya Pancasila.


Usai pembacaan teks Pancasila oleh Wali Kota Bandung, Megawati sebagai perwakilan pihak keluarga Bung Karno dalam sambutannya menyampaikan jika tanpa pidato Soekarno maka tidak akan ada pancasila.


"Tanpa pidato bung Karno pasti tidak akan ada pancasila, tidak ada untaian sejarah dunia, tidak akan ada negara kesatuan RI, bahkan jadi ideologi pemersatu masyarakat indonesia dalam menghadapi konflik dunia," ujarnya.


Sementara itu, Wali Kota Bandung usai peringatan tersebut mengatakan untuk mengembalikan rasa optimisme dari nilai-nilai pancasila, perlu ada cara-cara kekinian.


"Saya pasti mendukung keputusan pemerintah pusat itu kan bukan sembarangan, sudah melalui proses kajian, selama ini kan hari lahirnya pancasila, tidak menjadi hari peringatan," ujarnya.


Lanjut Emil, setelah ditetapkannya 1 Juni sebagai hari libur nasional dan hari peringatan lahirnya pancasila, tinggal tugas pemerintah mencari program untuk mengisi dan menanamkan nilai-nilai pancasila.


"Setelah ditetapkan, tugas kita mencari program, misalnya bikin game pancasila, aplikasi pancasila, intinya tidak merasa kaya di doktrin, saya sedang pikirkan 3 bulan lagi kita wawancara ada gagasan mengkekiniankan pancasila," pungkasnya

PAN akan Selenggarakan Rakernas

Jakarta, LipJab - Partai Amanat Nasional akan menyelenggarakan rapat kerja nasional (rakernas) pada tanggal 27-30 Mei mendatang. Perhelatan akbar tersebut akan mengusung tema "Meneguhkan Identitas Keindonesiaan Kita".


"Dari tema tersebut banyak hal, bisa kesenjangan dan lainnya. Isu narkoba dan kekerasan seksual juga jadi isu kita di rakernas dan akan disampaikan ke publik sebagai bentuk keprihatinan bersama," kata Ketua Steering Committe (SC) Rakernas Didik J Rachbini dalam konferensi pers di kantor DPP PAN, Jl Senopati, Jakarta Selatan, Kamis (26/05/2016).


Seperti di lansir detiknews, Rakernas akan diawali dengan workshop tanggal 27-28 Mei dengan menghimpun 1.800 peserta dari DPP, DPW dan DPD PAN seluruh Indonesia lalu dilanjutkan dengan silatnas yang diperuntukkan bagi anggota badan legislatif dan pejabat eksekutif PAN se-Indonesia pada hari Sabtu, 29 Mei mendatang. Rakernas rencananya akan dibuka oleh Presiden Jokowi, dimulai pukul 19.30 WIB malam di JIEXPO, Kemayoran, Jakarta, dan ditutup dengan rekomendasi dan hasil rakernas pada Senin, 30 Mei 2016.


"Rakernas sangat strategis dan ini sebagai ajang konsolidasi semua kekuatan yang ada di PAN, khususnya di DPRD kabupaten-kota dan provinsi. Menyambut pilkada 2017, 2018 dan sekaligus konsolidasi pemilu serentak 2017, 2018 dan pemilu 2019," kata Organizing Committe (OC) Rakernas Yandri Susanto dalam konferensi pers tersebut.


Selain bahasan isu-isu krusial saat ini, Sekjen DPP PAN Eddy Suparno mengharapkan menjadi materi yang penting bagi seluruh kader dalam memahami ideologi partai.


"Rakernas kali ini akan menyempurnakan 23 peraturan partai yang sesuai dengan AD/ART yang sudah disahkan tahun 2015, juga akan mengundang para eksekutif yang diusung PAN pada tahun 2015 agar bisa hadir dan tahu dasar pemikiran politik PAN," terang Eddy.


Menyambung pernyataan tersebut, Didik menambahkan bahwa PAN akan menetapkan pedoman-pedoman partai dalam rakernas tersebut.  PAN dianggap sebagai partai yang lahir dari reformasi dan siap menyampaikan apa yang telah dicapai dan belum dicapai selama 18 tahun reformasi.


"Kita akan merespons ide-ide tentang masalah sosial yang menjadi musuh kita bersama, PAN akan memberikan arahan kepada kader-kadernnya di lapangan. Masalah kesenjangan PAN akan menegaskan perlu langkah-langkah afirmatif dari pemerintah utk mendukung golongan kecil dan masalah seksual," ujar Didik.

Pernah Jual Mie Sampai Jadi Tukang Kredit

Bandung, LJ -  Usia bukan penghalang bagi seorang Monica, wanita asal kota kembang ini terus berkarya. 
Di era 2000an, dirinya membintangi beberapa sinetron, diantaranya Bukan Sekedar Sandiwara, Titisan Si Kabayan, Fatimah dan masih banyak film silm lain.
"Sekarang saya mau konsen lagi di dunia musik, setelah sempat vakum beberapa tahun," jelas ibu empat anak ini disela perkenalan hits single "Kesepian" di salah satu cafe jalan Braga Bandung kemarin.

Perempuan berkulit putih dan masih terlihat awet muda ini berkisah, hobbynya didunia musik sejak dulu. Bahkan pernah main bareng dengan Inka Cristie, Conny Dio dan penyanyi terkenal Deddy Stanzah.

"Saya di musik sudah cukup lama juga ya, sejak 80an, namun karena suami saya polisi, banyak kendala yang membuat karier tersendat. Tapi, sekarang mulai jalan lagi" ujar Monica yang sering manggung ke berbagai daerah di Indonesia atas undangan pengusaha, pejabat dan berbagai acara besar lainnya.

Pemilik suara serak-serak basah ini juga mengisahkan, banyak halangan ketika menjadi istri Bhayangkari hingga untuk bertahan hidup, apapun dia jalani demi kebahagian keempat putrinya.

"Jaman dulu kan gaji suami kecil sekali, sementara kebutuhan hidup besar. Walau dicemooh banyak teman dan tetangga, saya nggak peduli. Saya nyanyi di cafe, diskotik, dapat uang, saya kumpulin, sampai bisa menyekolahkan semua anak-anak. Bahkan saya jualan mie instan, jadi tukang kredit, jual pakaian, kelontong, apapun. Kebetulan di dekat rumah banyak kos-kosan. Alhamdulillah, sekarang saya menikmati saja, anak-anak juga sudah pada besar," pungkas pemilik nama asli Rose Rosilawati ini.
Okelah kalau begitu, semoga lagu-lagu Monica dapat menambah warna musik Indonesia.

 (Mal/Tan)

Ridwan Kamil Raih Anugerah Kebudayaan PWI

NTB, LJ - Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil meraih Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2015. Penghargaan  diserahkan oleh Menteri Koordinator bidang Pembangunan dan Kebudayaan RI Puan Maharani. Pada acara puncak Hari Pers Nasional (HPN) 2015 di Mataram, NTB, Selas (9/2).

 Disaksikan oleh  Presiden RI Joko Widodo dan sejumlah Menteri Kabinet Kerja yang ikut menghadiri acara tersebut.
Penghargaan tersebut diberikan oleh PWI Pusat kepada Wali Kota Bandung karena dinilai berhasil membangun Kota Bandung menjadi Kota Metropolitan baru berkelas internasional, dengan pendekatan kebudayaan berbasis metropolis berpadu dengan tradisi lokal.
Didukung dengan iptek, disertai dengan penghormatan, pelestarian dan pengembangan memori kolektif kultural sunda, sehingga akan tetap melindungi tatanan moral warganya. Seperti program "Rabu Nyunda".
Selain Wali Kota Bandung, ada 7 kepala daerah lainnya yang memperoleh penghargaan serupa yaitu, 
Bupati Wakatobi (Hugua), Bupati Bupati Purwakarta (Dedy Mulyadi), Bupati Tegal (Enthus Sukamnto), Bupati Banyuangi (Abdullah Azwar Anas), Wali Kota Sawahlunto (Anas Yusuf), Bupati Belu (Welhelmus Roni), dan Wali Kota Tomonon (Jimmy F Eman).
Setelah menerima penghargaan tersebut Wali Kota Bandung mengucapkan syukur atas apresiasi yang diberikan kepada dirinya.
Lebih lanjut menurutnya PWI menilai bahwa Pemkot Bandung serius mempersiapkan kebudayaan khususnya budaya sunda, sebagai strategi membangun di kota Bandung.
"Dua tahun pertama kan strateginya kan rebo nyunda, alhamdulillah sudah populer, tahun ketiga ini mulai pendidikan karakter berbasis kebudayaan sunda, akan dilaunching bulan april ini," ujar Wali Kota Bandung.
Walikota menambahkan sekolah-sekolah nantinya akan mewajibkan kegiatan berbasis kebudayaan sunda. "Populer dulu baru keseriusan," ujarnya.
Wali Kota juga berharap, diakhir kepemimpinannya selain penampilan berbahasa, kebudayaannya pun makin kokoh, apalagi di era metropolitan tantangannya luar biasa.
"Contoh pendidkak karakter yang nanti di launching selain rebo nyunda, ada ekstra kulikuler berbasis budaya sunda," jelasnya.
Selain itu Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil berharap pers bisa menjadi agen perubahan yang optimisme. Karena rasa optimisme sangat dibutuhkan Kota Bandung dan Indonesia.
"Pers itu memberi persimpangan. Apakah akan diarahkan ke pesimisme atau optimisme. Karena pers memberikan sesuatu yang dikonsumsi oleh masyarakat," katanya.
Menurut walikota pers setidaknya memiliki tiga fungsi yaitu informasi, menghibur dan, edukasi.
"Pers tidak harus fokus pada informasi. Pers juga harus memberikan edukasi sehingga bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat.
"Jangan terlalu fokus pada informasi yang pesimis. Apalagi antara judul dengan isi berita tidak nyambung," ujar Emil.
"Saya sepakat dengan presiden yang menginginkan agar pers juga bias membangun opimisme," lanjutnya.
Namun di sisi lain, Emil juga memberikan keleluasaan kepada pers untuk bias mengakses informasi yang dibutuhkannya. Termasuk telah memerintahkan kepada seluruh kepala dinas untuk mudah diwawancarai oleh wartawan.
"Kita tidak anti kritik. Kita ingin dikritisi dengan cara-cara yang baik. Hubungan ini yang harus terus dijaga," pungkasnya.

Ajip Rosidi

Ajip-rosidi.jpg
Dr. (HC). Ajip Rosidi
Pekerjaan Sastrawan, Sastrawan Sunda, Budayawan, Dosen, Redaktur
Kewarganegaraan Indonesia
Suku bangsa Sunda
Pendidikan
  • SD di Jatiwangi (1950)
  • SMP di Jatiwangi (1953)
  • SMPN VIII Jakarta (1953).
  • Taman Madya, Taman Siswa Jakarta (1956, tidak diselesaikan).
Aliran sastra Cerpen, Puisi, Cerita Anak
Tema Sastra Indonesia, Sastra Sunda
Penghargaan
  • Hadiah Sastera Nasional 1955-1956 untuk puisi (diberikan tahun 1957) dan 1957-1958 untuk prosa (diberikan tahun 1960).[1]
  • Hadiah Seni dari Pemerintah RI 1993.
  • Kun Santo Zui Ho Sho ("Bintang Jasa Khazanah Suci, Sinar Emas dengan Selempang Leher") dari pemerintah Jepang sebagai penghargaan atas jasa-jasanya yang dinilai sangat bermanfaat bagi hubungan Indonesia-Jepang 1999
  • Anugerah Hamengku Buwono IX 2008 untuk berbagai sumbangan positifnya bagi masyarakat Indonesia di bidang sastera dan budaya.
  • Doktor Honoris Causa (HC) untuk program studi Budaya Fakultas Sastra dari Universitas Padjadjaran
Pasangan Fatimah Wirjadibrata (1955, 6 anak) [2]
Anak
  • Nunun Nuki Aminten (1956)
  • Titi Surti Nastiti (1957)
  • Uga Percéka (1959)
  • Nundang Rundagi (1961)
  • Rangin Sembada (1963)
  • Titis Nitiswari (1965).
Ajip Rosidi (baca: Ayip Rosidi), (lahir di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, 31 Januari 1938; umur 77 tahun) adalah sastrawan Indonesia, penulis, budayawan, dosen, pendiri, dan redaktur beberapa penerbit, pendiri serta ketua Yayasan Kebudayaan Rancage.[3]

Pendidikan

Ajib Rosidi mulai menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat Jatiwangi (1950), lalu melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri VIII Jakarta (1953) dan terakhir, Taman Madya, Taman Siswa Jakarta (1956). Meski tidak tamat sekolah menengah, namun dia dipercaya mengajar sebagai dosen di perguruan tinggi Indonesia, dan sejak 1967, juga mengajar di Jepang [4]. Pada 31 Januari 2011, ia menerima gelar Doktor honoris causa bidang Ilmu Budaya dari Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. [5]

Proses kreatif

Ajip mula-mula menulis karya kreatif dalam bahasa Indonesia, kemudian telaah dan komentar tentang sastera, bahasa dan budaya, baik berupa artikel, buku atau makalah dalam berbagai pertemuan di tingkat regional, nasional, maupun internasional. Ia banyak melacak jejak dan tonggak alur sejarah sastra Indonesia dan Sunda, menyampaikan pandangan tentang masalah sosial politik, baik berupa artikel dalam majalah, berupa ceramah atau makalah. Dia juga menulis biografi seniman dan tokoh politik.[6]
Ia mulai mengumumkan karya sastera tahun 1952, dimuat dalam majalah-majalah terkemuka pada waktu itu seperti Mimbar Indonesia, Gelanggang/Siasat, Indonesia, Zenith, Kisah, dll. Menurut penelitian Dr. Ulrich Kratz (1988), sampai dengan tahun 1983, Ajip adalah pengarang sajak dan cerita pendek yang paling produktif (326 judul karya dimuat dalam 22 majalah).[6]
Bukunya yang pertama, Tahun-tahun Kematian terbit ketika usianya 17 tahun (1955), diikuti oleh kumpulan sajak, kumpulan cerita pendek, roman, drama, kumpulan esai dan kritik, hasil penelitian, dll., baik dalam bahasa Indonesia maupun Sunda, yang jumlahnya sekitar seratus judul.[6]
Karyanya banyak yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, dimuat dalam bunga rampai atau terbit sebagai buku, a.l. dalam bahasa Belanda, Cina, Inggris, Jepang, Perands, Kroatia, Rusia, dll. [6]

Aktivitas

Pada umur 12 tahun, saat masih duduk di bangku kelas VI Sekolah Rakyat, tulisan Ajip telah dimuat dalam ruang anak-anak di harian Indonesia Raya.[6]
Sejak SMP Ajip sudah menekuni dunia penulisan dan penerbitan. Ia menerbitkan dan menjadi editor serta pemimpin majalah Suluh Pelajar (1953-1955). Pada tahun 1965-1967 ia menjadi Pemimpin redaksi Mingguan Sunda; Pemimpin redaksi majalah kebudayaan Budaya Jaya (1968-1979); Pendiri penerbit Pustaka Jaya (1971). Mendirikan dan memimpin Proyek Penelitian Pantun dan Folklor Sunda (PPP-FS) yang banyak merekam Carita Pantun dan mempublikasikannya (1970-1973). Menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta (1972-1981).[6]
Bersama kawan-kawannya, Ajip mendirikan penerbit Kiwari di Bandung (1962), penerbit Cupumanik (Tjupumanik) di Jatiwangi (1964), Duta Rakyat (1965) di Bandung, Pustaka Jaya (kemudian Dunia Pustaka Jaya) di Jakarta (1971), Girimukti Pasaka di Jakarta (1980), dan Kiblat Buku Utama di Bandung (2000). Terpilih menjadi Ketua IKAPI dalam dua kali kongres (1973-1976 dan 1976-1979). Menjadi anggota DKJ sejak awal (1968), kemudian menjadi Ketua DKJ beberapa masaja batan (1972-1981). Menjadi anggota BMKN 1954, dan menjadi anggota pengurus pleno (terpilih dalam Kongres 1960). Menjadi anggota LBSS dan menjadi anggota pengurus pleno (1956-1958) dan anggota Dewan Pembina (terpilih dalam Kongres 1993), tapi mengundurkan diri (1996). Salah seorang pendiri dan salah seorang Ketua PP-SS yang pertama (1968-1975), kemudian menjadi salah seorang pendiri dan Ketua Dewan Pendiri Yayasan PP-SS (1996). Salah seorang pendiri Yayasan PDS H.B. Jassin (1977).[6]
Sejak 1981 diangkat menjadi guru besar tamu di Osaka Gaikokugo Daigaku (Universitas Bahasa Asing Osaka), sambil mengajar di Kyoto Sangyo Daigaku (1982-1996) dan Tenri Daignku (1982-1994), tetapi terus aktif memperhatikan kehidupan sastera-budaya dan sosial-politik di tanah air dan terus menulis. Tahun 1989 secara pribadi memberikan Hadiah Sastera Rancagé setiap yang kemudian dilanjutkan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage yang didirikannya.[6]
Setelah pensiun ia menetap di desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Magelang, Jawa Tengah. Meskipun begitu, ia masih aktif mengelola beberapa lembaga nonprofit seperti Yayasan Kebudayaan Rancagé dan Pusat Studi Sunda.[6]

Karya-karyanya

Ada ratusan karya Ajip. Beberapa di antaranya: [3]
  • Tahun-tahun Kematian (kumpulan cerpen, 1955)
  • Ketemu di Jalan (kumpulan sajak bersama SM Ardan dan Sobron Aidit, 1956)
  • Pesta (kumpulan sajak, 1956)
  • Di Tengah Keluarga (kumpulan cerpen, 1956)
  • Sebuah Rumah buat Haritua (kumpulan cerpen, 1957)
  • Perjalanan Penganten (roman, 1958, sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh H. Chambert-Loir, 1976; Kroatia, 1978, dan Jepang oleh T. Kasuya, 1991)
  • Cari Muatan (kumpulan sajak, 1959)
  • Membicarakan Cerita Pendek Indonesia (1959)
  • Surat Cinta Enday Rasidin (kumpulan sajak, 1960);
  • Pertemuan Kembali (kumpulan cerpen, 1961)
  • Kapankah Kesusasteraan Indonesia lahir? (1964; cetak ulang yang direvisi, 1985)
  • Jante Arkidam jeung salikur sajak lianna (kumpulan sajak, bahasa Sunda, 1967);
  • Jeram (kumpulan sajak, 1970);
  • Jante Arkidam jeung salikur sajak lianna (kumpulan sajak, bahasa Sunda, 1967)
  • Ikhtisar Sejarah Sastera Indonesia (1969)
  • Ular dan Kabut (kumpulan sajak, 1973);
  • Sajak-sajak Anak Matahari (kumpulan sajak, 1979, seluruhnya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh T. Indoh, dan dimuat dalam majalah Fune dan Shin Nihon Bungaku (1981)
  • Manusia Sunda (1984)
  • Anak Tanahair (novel, 1985, terjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh Funachi Megumi, 1989.
  • Nama dan Makna (kumpulan sajak, 1988)
  • Sunda Shigishi hi no yume (terjemahan bahasa Jepang dari pilihan keempat kumpulan cerita pendek oleh T. Kasuya 1988)
  • Puisi Indonesia Modern, Sebuah Pengantar (1988)
  • Terkenang Topeng Cirebon (kumpulan sajak, 1993)
  • Sastera dan Budaya: Kedaerahan dalam Keindonesiaan (1995)
  • Mimpi Masasilam (kumpulan cerpen, 2000, sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang)
  • Masa Depan Budaya Daerah (2004)
  • Pantun Anak Ayam (kumpulan sajak, 2006)
  • Korupsi dan Kebudayaan (2006)
  • Hidup Tanpa Ijazah, Yang Terekam dalam Kenangan (otobiografi, 2008)
  • Ensiklopédi Sunda. Jakarta: Pustaka Jaya. 2000
Ajip juga menulis drama, cerita rakyat, cerita wayang, bacaan anak-anak, lelucon, dan memoar serta menjadi penyunting beberapa bunga rampai.

Referensi

  1. ^ "Tokoh: Anugerah Sastera Mastera Brunei Darussalam". 2003. Diarsipkan dari Anugerah versi asli tanggal 20 Dec 2012 13:27:24 UTC. Diakses tanggal 11 November 2011.
  2. ^ (Indonesia) Profil Ajip Rosidi di Indonesiabuku.com, dalam referensi lain disebutkan tujuh anak. Dimuat tanggal 25 Juli 2010, diakses tanggal 11 November 2011.
  3. ^ a b (Indonesia) Biografi dan CV Ajip Rosidi di TokohIndonesia.com. Akses tanggal 11 November 2011.
  4. ^ (Indonesia) McGlynn, John (editor dan penerjemah). On Foreign Shores: American Images in Indonesian Poetry. Biografi Ajib Rosidi. Yayasan Lontar, 1990, Jakarta. Halaman 183-184.
  5. ^ (Indonesia) Berita Ajip Rosidi di TempoInteraktif.com Dimuat tanggal 31 Januari 2011, diakses tanggal 11 November 2011.
  6. ^ a b c d e f g h i (Indonesia) http://www.penerbitkpg.com/penulis/detil/4/Ajip-Rosidi. Diakses tanggal 11 November 2011. Profil Ajip Rosidi

Pranala luar

Muhammad Toha

Muhammad Toha.jpg
Muhammad Toha
Foto rekayasa Muhammad Toha
Pengabdian Bendera Indonesia Republik Indonesia
Dinas/cabang Barisan Rakjat Indonesia
Lama dinas 1945 – 1946
Pangkat Komandan
Kesatuan Milisi Penggempur
Komando milisi gerilya
Perang Bandung Lautan Api
(Perang Kemerdekaan Indonesia)
Muhammad Toha atau Mohammad Toha (Bandung, 1927 - Bandung, 24 Maret 1946) adalah seorang komandan Barisan Rakjat Indonesia, sebuah kelompok milisi pejuang yang aktif dalam masa Perang Kemerdekaan Indonesia. Dia dikenal sebagai tokoh pahlawan dalam peristiwa Bandung Lautan Api di Kota Bandung, Indonesia tanggal 24 Maret 1946. Toha meninggal dalam kebakaran dalam misi penghancuran gudang amunisi milik Tentara Sekutu bersama rekannya, Ramdan, setelah meledakkan dinamit dalam gudang amunisi tersebut.

Biografi

Toha dilahirkan di Jalan Banceuy, Desa Suniaraja, Kota Bandung pada tahun 1927. Ayahnya bernama Suganda dan ibunya yang berasal dari Kedunghalang, Bogor Utara, Bogor, bernama Nariah. Toha menjadi anak yatim ketika pada tahun 1929 ayahnya meninggal dunia. Ibu Nariah kemudian menikah kembali dengan Sugandi, adik ayah Toha. Namun tidak lama kemudian, keduanya bercerai dan Muhammad Toha diambil oleh kakek dan neneknya dari pihak ayah yaitu Bapak Jahiri dan Ibu Oneng. Toha mulai masuk Volk School (Sekolah Rakyat) pada usia 7 tahun hingga kelas 4. Sekolahnya terhenti ketika Perang Dunia II pecah.
Saat masa pendudukan Jepang, Toha mulai mengenal dunia militer dengan memasuki Seinendan. Sehari-hari Toha juga membantu kakeknya di Biro Sunda, kemudian bekerja di bengkel motor di Cikudapateuh. Selanjutnya, Toha belajar menjadi montir mobil dan bekerja di bengkel kendaraan militer Jepang sehingga ia juga mampu bercakap dalam bahasa Jepang.

Setelah Indonesia merdeka, Toha terpanggil untuk bergabung dengan badan perjuangan Barisan Rakjat Indonesia (BRI), yang dipimpin oleh Ben Alamsyah, paman Toha sendiri. BRI selanjutnya digabungkan dengan Barisan Pelopor yang dipimpin oleh Anwar Sutan Pamuncak menjadi Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI). Dalam laskar ini ia duduk sebagai Komandan Seksi I Bagian Penggempur. Menurut keterangan Ben Alamsyah, paman Toha, dan Rachmat Sulaeman, tetangga Toha dan juga Komandannya di BBRI, pemuda Toha adalah seorang pemuda yang cerdas, patuh kepada orang tua, memiliki disiplin yang kuat serta disukai oleh teman-temannya. Pada tahun 1945 itu, Toha digambarkan sebagai pemuda pemberani dengan tinggi 1,65 m, bermuka lonjong dengan pancaran mata yang tajam.

Peran dalam Bandung Lautan Api

Setelah penandatanganan perjanjian kapitulasi Jepang, seluruh persenjataan Tentara Kekaisaran Jepang diserahkan tanpa syarat kepada Tentara Sekutu yang akan mengembalikan kekuasaan Belanda di Hindia-Belanda. Namun persenjataan Tentara Kekaisaran Jepang banyak direbut oleh pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tanggal 21 November 1945, Tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum pertama agar kota Bandung bagian utara dikosongkan oleh pihak Republik Indonesia selambat-lambatnya tanggal 29 November 1945. Para milisi dan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia harus menyerahkan senjata yang mereka rampas dari Tentara Kekaisaran Jepang. Karena apabila ultimatum penyerahan tersebut tidak diindahkan, tentara Sekutu akan mengambil tindakan militer untuk menegakkan tujuan tersebut.

Peringatan ini tidak dihiraukan oleh pihak tentara Republik. Sejak saat itu sering terjadi bentrokan senjata dengan tentara Sekutu. Kota Bandung terbagi menjadi dua, Bandung Utara dan Bandung Selatan. Oleh karena persenjataan yang tidak memadai, pasukan TKR dan para pejuang lainnya tidak dapat mempertahankan Bandung Utara. Akhirnya Bandung Utara dikuasai oleh tentara Sekutu.

Pada tanggal 23 Maret 1946 tentara Sekutu kembali mengeluarkan ultimatum ke-2. Mereka menuntut agar semua masyarakat dan pejuang TKR mengosongkan kota Bandung bagian selatan. Perlu diketahui bahwa sejak 24 Januari 1946, TKR telah mengubah namanya menjadi TRI.

Demi mempertimbangkan politik dan keselamatan rakyat, pemerintah memerintahkan TRI dan para pejuang lainnya untuk mundur dan mengevakuasi Bandung Selatan. setelah mengadakan musyawarah, para pejuang sepakat untuk menuruti perintah pemerintah. Tapi mereka tidak mau menyerahkan kota Bandung bagian selatan itu secara utuh.

Rakyat pun diungsikan ke luar kota Bandung. Para anggota TRI dengan berat hati meninggalkan Bandung bagian selatan. Sebelum ditinggalkan Bandung Selatan dibumihanguskan oleh para pejuang dan anggota TRI. Peristiwa ini di kenal dengan sebutan "Bandung Lautan Api". Dalam rangkaian peristiwa tersebut Toha gugur dalam misinya menghancurkan gudang amunisi Tentara Sekutu. Dalam peristiwa ini juga terlahir lagu Halo, Halo Bandung yang dinyanyikan para tentara Republik dalam penantian mereka untuk kembali ke rumah mereka di Bandung.


Asep Sunandar Sunarya

Asep Sunandar Sunarya

Nama lahir Asep Sukana
Lahir 3 September 1955
Bendera Indonesia Bandung, Jawa Barat
Meninggal 31 Maret 2014 (umur 58)
Bendera Indonesia Bandung, Jawa Barat
Pekerjaan Dalang
Seniman
Tahun aktif 1970 - 2014
Pasangan
  • Euis Garnewi
  • Elas Sulastri
  • Ati
  • Sumirat
  • Nenah Hayati
Anak Maesaroh
Dadan Sunandar
Dani Andylau
Dinar Mustika
Elin
Gina Tridasanti
Cipta Dewa
Gunawan Wibiksana
Bhatara Sena
Gysta Gumilar Agustina
Yogaswara Sunandar
Sunan Purwa Aji
Aria Sadewa
Maulana Yusuf
Orang tua Abah Sunarya
Agama Islam
Asep Sunandar Sunarya atau sering dipanggil Ki Asep Sunandar Sunarya (lahir di Bandung, Jawa Barat, 3 September 1955 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 31 Maret 2014 pada umur 58 tahun)[1] adalah seorang maestro wayang golek di Indonesia. Selaku dalang wayang golek Asep Sunandar Sunarya (di rumahnya biasa dipanggil Abah, di udara sebagai breaker menggunakan nama Eyang Abiyasa) konsisten pada bidang garapannya, teu incah balilahan. Ia ditakdirkan untuk menjadi dalang oleh dalang yang sesungguhnya, yakni Tuhan. Ia begitu menyatu dengan dunia wayang golek yang Ia gelutinya sehingga penghargaan demi penghargaan, baik dari tingkat lokal, provinsi, nasional, bahkan manca negara Ia dapatkan.

Tanpa adanya seorang Asep Sunandar Sunarya mungkin Cepot tidak akan sepopuler sekarang ini. Berkat kreativitas dan inovasinya, Ia berhasil meningkatkan lagi derajat wayang golek yang dianggap seni kampungan oleh segelintir orang. Peningkatan itu dilakukan dengan menciptakan wayang Cepot yang bisa mangguk-mangguk, Buta muntah mie, Arjuna dengan alat panahnya, Bima dengan gadanya begitu pula dengan pakaian wayangnya yang terkesan mewah.

Materi dan ketenaran ia dapatkan dari hasil berjuang tanpa henti dengan menghadapi berbagai dinamika kehidupan yang sering kali tidak atau kurang menyenangkan. Sebelum suka datang, tentu duka menghampiri, bahkan seringkali suka dan duka menyatu dalam rentang panjang perjalanan seorang Asep.
Orang tidak banyak tahu bahwa perjalanan dalam profesinya sebagai dalang, demikian berliku. Tidak jarang, di awal kariernya Asep sering mendapatkan kritikan pedas dari berbagai kalangan, terutama dari sang ayah (Abah Sunarya).

“Setiap kali jika saya selesai pagelaran, Abah selalu mengatakan “goréng” (jelek) terhadap apa yang saya lakukan. Abah itu orang tua yang pelit sekali untuk tertawa, anehnya hanya ketika saya mendalang dengan lawakan, dan Abah menyaksikan, ia tertawa. Bagi saya sepedas apapun kritikannya, saya jadikan pupuk dan cambuk sehingga memacu kreativitas dan inovasi. Saya menjadi sekarang ini berkat adanya hari kemarin, ujar Asep.

Lebih jauh Asep mengatakan: “Kuring kudu ngahaturkeun nuhun ka sing saha waé anu geus ngritik, rék didasaran ku ngéwa atawa nya’ah, pék téh teuing. Sajaba ti éta, meureun perlu ogé kuring nendeskeun yén naon rupa kréativitas jeung inovasi anu ku kuring dilakukeun, dina raraga tarékah sangkan seni Sunda wayang golék anu mibanda ajén adi luhung, tetep bisa hirup disagala zaman, kaasup dijaman kiwari anu gening batan sakitu loba nilai seni katut budaya deungeun anu asup ka Indonésia pon kitu deui karasa ku urang Sunda. Atuh meureun mun wayang golék teu dimumulé kujalan inovasi mah tangtu baris kadéséh kubudaya deungeun téh. Nudipigusti ku Kuring mah ngan Gusti, lain pakem, lain wayang golék, lain tali paranti. Sapamanggih Kuring pakem wayang golek lain perkara anu statis komo kudu disakralkeun mah, lain! Ngan disisi séjén, kuring ogé kudu méré atawa nyadiakeun lolongkrang pikeun saha waé anu miboga pamadegan anu teu sajalan jeung pamanggih kuring, mangga téh teuing. Teu aya guna jeung manfaatna mutuskeun silaturahmi alatan pakem jeung hal séjén anu sifatna multitafsir. Naon anu dilakukeun ku Kuring, ngaropéa wayang golék ku jalan inovasi, lantaran Kuring yakin yén euyeub pisan niléi-niléi kamanusaan katut Katuhanan dina seni Sunda wayang golék. Kumangrupa anu mere aprésiasi kana naon anu ku Kuring dilakukeun, éta mah hak balaréa séwang-sewangan,da kuring mah darma diajar, atuh ngadalang gé darma diajar,” ungkapnya.

Dari Asep Sukana Menjadi Asep Sunandar Sunarya

Mimpi adalah sebuah misteri yang multi tafsir kebanyakan orang menganggapnya sebagai bunga tidur namun tidak sedikit juga yang beranggapan bahwa mimpi adalah medium Tuhan "Menyampaikan" pengetahuan-Nya kepada manusia, dan yang namanya tafsir itu pastinya banyak versi. Kita tidak pernah paham secara detil apa hubungannya antara mimpi dengan kenyataan.
namun inilah kenyataan yang dialami seorang Ibu pada tahun 1955 di Kampung Giriharja Bandung. Ia bernama Tjutjun Jubaedah (biasa dipanggil Abu Tjutjun), isteri seorang dalang terkenal pada masanya yakni Abeng Sunarya (biasa dipanggil Abah Sunarya).
Suami Istri ini dikarunia 13 orang anak:
  1. Suherman Sunarya
  2. Ade Kosasih Sunarya
  3. Miktarsih Sunarya
  4. Otah Saodah Sunarya
  5. Ilis Sunarya
  6. Nanih Sunarya
  7. Asep Sunandar Sunarya (Sukana)
  8. Imas Sunarya
  9. Iden Subrasana Sunarya
  10. Nunuk Sunarya
  11. Permanik Sunarya
  12. Ugan Sunagar Sunarya
  13. Agus Sunarya
Inilah salah satu episode tautan antara mimpi dengan kelahiran. Ketika usia kandungan Abu Tjutjun menginjak bulan ketujuh Ia bermimpi bahwa kalau anak yang ke-7 dalam kandungannya lahir maka tidak boleh diberi nama. 3 September 1955 Abu Tjutjun melahirkan putra ke-7 seorang anak laki-laki. teringat akan mimpinya maka jabang bayi tersebut tidak diberi nama.

Entah apa hubungannya antara mimpi tersebut dengan niat Abah Sunarya sebab menginjak usia 15 bulan setelah lahir, sang jabang bayi "diserahkan" kepada adiknya Abah yang bernama Ibu Eja (akrab dipanggil Ma Jaja) yang kebetulan belum dikaruniai anak. Sejak saat itu hak asuh sang bayi menjadi tanggung jawab Ma Jaja (alias sang Bibi bagi si Bayi)

Karena sang Bayi tidak bernama tentu ada kekhawatiran pada diri Ma Jaja jika tetangganya menanyakan perihal nama Bayi tersebut. Untuk menyiasatinya maka Ma Jaja berfikir keras hingga muncul ide Sukana yakni semacam akronim dari Bahasa Sunda yang berarti sa suka na (sesukanya). kemudian Sukana menjadi semacam "nama" bagi Bayi tersebut. Ide ini datang sebagai "jalan tengah" atau solusi jitu sebab dengan cara seperti itu Ma Jaja tidak melanggar apa yang diamanatkan oleh sang Kaka.

Salah satu sebutan untuk laki-laki dikalangan masyarakat Sunda adalah Asep (disamping Encep atau Ujang). Jadilah kemudian sang bayi terbiasa disebut Asep Sukana. Hampir seperti kebanyakan anak-anak lainnya pada zaman itu, Asep kecil senang sekali dengan dongeng atau kawih yang menyertainya menjelang tidur. Selain itu, Asep kecil sudah memperlihatkan kesukaannya terhadap aneka binatang peliharaan, seperti kucing, anjing, burung dan ayam. saking sayang nya pada binatang Asep kecil menamai binatang-binatang itu salah satunya anjingnya yang hitam polos diberinama Lutung.

Pada diri Asep mengalir darah seni dari Ayahnya. Diawali sejak usia 7 tahun ( kelas 1 SD) minat Asep terhadap wayang golek sudah mulai tumbuh. Selain karna faktor turunan juga memang pada zaman itu pagelaran seni Wayang Golek masih digandrungi oleh masyarakat. Juga, pada saat itu belum ada "saingan" dari jenis seni lainnya sebagaimana terjadi pada zaman sekarang. Bakat Sukana kecil ia perlihatkan dengan kegemarannya membuat wawayangan dari ranting-ranting pohon yang jatuh, tanah liat, dan daun singkong.
Asep Sukana yang hidup dibelaian Ma Jaja, tentu saja menganggap bahwa Ma Jaja adalah Ibu kandungannya sendiri. Paling kurang selama 16 tahun Asep Sukana tidak pernah tahu siapa sesungguhnya orangtua kandungnya. Namun berkat kebijakan dari Ma Jaja maka akhirnya Asep mengetahui siapa ayah dan ibu kandungnya. Maka pada suatu kesempatan, Ma Jaja, Abeng Sunarya, dan Tjutjun Jubaedah bertemu, tersibaklah kemudian asal-usul atau silsilah keluarga yang sebernarnya.

Suatu ketika saat Asep Sukana manggung di Luragung, ia mendalang siang hari (ngabeurangan) sedangkan pada malam harinya yang menjadi dalang adalah Abah Sunarya, maka saat itulah Abah Sunarya berujar:"Ngewa ngaran Sukana, ganti ku Sunandar!" Sejak saat itulah Asep Sukana berubah menjadi Asep Sunandar, sedangkan nama Sunarya merupakan nama Ayahnya yang kemudian digunakannya. Hal ini lazim terjadi di Masyarakat Sunda khususnya, dimana nama Ayah kerap digunakan dibelakang nama anaknya.
"Apalah artinya sebuah nama tanpa Karya" Asep Sunandar.

Penghargaan Atas Karya

Tentu banyak alasan kenapa ia memperoleh aneka penghargaan tersebut. Yang jelas tidak mungkin ada penghargaan tanpa prestasi dan tidak mungkin ada prestasi tanpa karya. Dari berkarya kemudian berprestasi tentu merupakan tangga tersendiri, dan tangga ini hanya mungkin dilalui atau dicapai apabila padanya terdapat inovasi dari ragam kreativitas yang dilakoninya. Artinya, Asep tidak hanya sekedar berkarya namun lebih jauh dari itu ia berkarya disertai inovasi dan kreativitas. Artinya pula, karya Asep tidak stagnan melainkan dinamis, terus mengikuti perkembangan dan tuntutan zaman, ngindung kawaktu mibapa kajaman.

Selain penghargaan Individu Peduli Tradisi, Asep memiliki penghargaan atas semua kreativitasnya itu, diantaranya 1978 Asep Sunandar Sunarya berhasil menyandang juara Dalang Pinilih I tingkat Jawa Barat pada Binojakrama padalangan di Bandung. selang empat tahun kemudian yakni pada tahun 1982, terpilih kembali menjadi juara pinilih I lagi di Bandung. sejak 1982-1985 Asep Sunandar Sunarya rekaman kaset oleh SP Record, dan Wisnu Record. Dan pada tahun 1985, ia dinobatkan sebagai Dalang Juara UMUM tingkat Jawa Barat pada Binojakrama Padalangan di Subang, dan ia berhak memboyong Bokor Kencana sebagai lambang supremasi padalangan Sunda Jawa Barat.

1986, Asep Sunandar Sunarya mendapat mandat dari pemerintah sebagai duta kesenian, untuk terbang ke Amerika Serikat. Pada tahun yang sama, 1986, Dian Record mulai merekam karya-karya Asep Sunandar dalam bentuk kaset pita.

1993, Asep Sunandar Sunarya diminta oleh Institut International De La Marionnette di Charleville, Perancis, sebagai dosen luar biasa selama dua bulan, dan diberi gelar profesor oleh masyarakat akademis Perancis.

Tahun 1994, Asep Sunandar Sunarya mulai pentas di luar negeri, antara lain di: Inggris, Belanda, Swiss, Perancis, dan Belgia, setelah itu, yakni 1995, ia ,mendapat penghargaan bintang Satya Lencana Kebudayaan. Hingga sekarang, tidak kurang dari 100 album rekaman (termasuk bobodoran) yang sudah dihasilkan Asep Sunandar Sunarya. bahkan salah satu station tv swasta juga pernah membuat program khusus Asep berjudul Asep Show.

Setidaknya itulah beberapa penghargaan formal yang pernah diraih Asep. Tidak terhitung aneka penghargaan nonformal, baik yang datang dari perseorangan maupun kelembagaan.

Dari semua itu, pada kesehariaanya, Asep tetaplah Asep yang hidup bersahaja, mengenakan sarung, dan bersila, serta "bercengkrama" dengan domba-domba peliharaanya.

Benar tidaknya Asep Sunandar Sunarya bisa disebut sang Maestro(?), tentu bukan yang bersangkutan yang menjawabnya. Hanya masyarakat, baik itu penggemar wayang golek dan pemerhati wayang setidaknya yang dapat menilainya. Tentu saja penilaian ini merujuk kepada sejumlah karya yang sudah dihasilkannya. Yang jelas salah satu stasiun televisi sempat merekam jejak perjalanan seorang Asep dalam format acara "Maestro" beberapa tahun yang lalu.

Fakta menunjukan bahwa jam terbang manggungnya cukup mencengangkan bahkan sekitar 1985-1990-an, ia seringkali harus manggung 40 kali perbulannya.

Kehidupan Pribadi

Pada umur 17 tahun Asep Sunandar Sunarya menikahi Euis Garnewi (16 tahun) seorang Pesinden juga anak seorang Camat. Dari pernikahannya itu Asep dikaruniai 1 orang anak perempuan dan 2 orang anak laki-laki  yaitu: Mae Saroh, Dadan Sunandar, dan Dani. Namun nasib tak bisa ditolak, perkawinan mereka hanya bertahan hingga 7 tahun, meraka pun sepakat untuk bercerai secara baik-baik.

Tuhanpun mempertemukan Asep dengan Elas Sulastri (18tahun) seorang Gadis asal Lembang Jawa Barat, tahun 1978, saat itu usia Asep 23 tahun. Dari pernikahannya Asep dikarunia 1 orang anak lakii-laki dan 2 orang anak perempuan yaitu: Dinar Mustika, Elin, dan Gina Tridasanti. Namun, lagi-lagi jalan hidup tidak ada yang menduga. Pernikahannya dengan Elas kandas ditengah jalan. Usia pernikahannya dengan Elas Sulastri hanya berlangsung 6 tahun.

Pada usia 29 tahun Asep menikah lagi dengan Ati (20tahun) seorang Gadis asal Rancaekek, Bandung Jawa Barat. Dari pernikahannya dengan Ati lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Cipta Dewa atau sering dipanggil Ito. Pada tahun yang sama, Asep menikah lagi dengan gadis asal Cangkuang bernama Sumirat (sebagai istri kedua), dari pernikahannya dengan Sumirat lahirlah seorang anak laki-laki yang diberinama Gunawan Wibiksana. Inilah jalan kehidupan Asep. Sama sekali yang bersangkutan tidak pernah tahu bahwa dirinya harus berpoligami.

Tahun 1985 saat Asep berusia 31, Ia terpikat gadis cantik dari Cianjur Kadupandak yang bernama Nenah Hayati (15 tahun). Pertemuannya bermula saat Asep sedang pentas di daerah tersebut. Pendek cerita akhirnya mereka sepakat untuk menjalin tali kasih, yang seterusnya menikah pada tanggal 4 Maret 1985. Kedua istrinya yang dimadu tersebut dangan rela harus melangsungkan perceraian sebagai jalan terbaiknya setelah mengetahui suaminya sudah menikah lagi dengan gadis cantik yang baru lulus dari SMP.

Dari pernikahan tersebut lahirlah 6 orang anak laki-laki: Batara Sena, Gysta Gumilar Agustina, Yogaswara Sunandar, Sunan Purwa Aji, Aria Sadewa, dan Maulana Yusuf. Hingga saat ini hanya satu istri yang hidup serumah dengan Asep.

Hidup dan jalan kehidupan seseorang memang menjadi rahasia Tuhan.
"Euweuh.. Euweuh nu nyaho manusa mah soal jodo, pati, bagja katut cilaka. kitu deui jeung Uing, ah teu nyangka wé sagala rupana ogé, geus kieu wé kuduna, da mémang kieu gening kanyataanana. teu Dalang, teu Présidén, teu Hancip, teu Ulama teu saha, ari ceuk nu Maha Sutradara kudu A nya pasti kajadian A. Aaaaah tarima wé ku kasadaran da sagala gé teu hayang komo embung". Ujar Asep.

Dalang kondang ini memiliki riwayat penyakit jantung dan rencananya akan dibawa ke sebuah rumah sakit di Singapura untuk berobat. Namun takdir berkata lain, pada tanggal 31 Maret 2014, Asep Sunarya meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit Al-Ihsan Bandung.[2]

Referensi

Oto Iskandar di Nata

Otto Iskandar Dinata.jpg
Raden Otto Iskandardinata
Iskandardinata saat masih muda
Tanggal lahir 31 Maret 1897
Bojongsoang, Bandung, Jawa Barat
Meninggal 20 Desember 1945 (umur 48)
Diperkirakan dibunuh di Tangerang, Banten, Jawa Barat.
Sebab meninggal Dibunuh Laskar Hitam.
Penemuan jenazah Tidak pernah diketemukan.
Monumen Monumen Pasir Pahlawan, Lembang, Bandung.
Nama lain Si Jalak Harupat
Suku Sunda
Pendidikan Hollandsch-Inlandsche School (HIS), Bandung
Kweekschool Onderbouw, Bandung
Hogere Kweekschool, Purworejo, Jawa Tengah.
Pekerjaan Menteri Negara pada kabinet yang pertama Republik Indonesia tahun 1945.
Organisasi
  • Budi Utomo, Wakil Ketua Bandung, 1921-1924
  • Budi Utomo, Wakil Ketua Pekalongan, 1924
  • Anggota Gemeenteraad Pekalongan
  • Paguyuban Pasundan, Sekretaris Pengurus Besar, 1928. Ketua 1929-1942.[1]
  • Anggota Volksraad, 1930-1941.
  • Pemimpin surat kabar Tjahaja (1942-1945)
  • Anggota BPUPKI
  • Anggota PPKI
Kota asal Bojongsoang, Bandung
Agama Islam
Kerabat
Penghargaan Pahlawan Nasional
Raden Otto Iskandardinata (lahir di Bandung, Jawa Barat, 31 Maret 1897 – meninggal di Mauk, Tangerang, Banten, 20 Desember 1945 pada umur 48 tahun) adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Ia mendapat nama julukan si Jalak Harupat.

Awal kehidupan

Otto Iskandardinata lahir pada 31 Maret 1897 di Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Ayah Otto adalah keturunan bangsawan Sunda bernama Nataatmadja. Otto adalah anak ketiga dari sembilan bersaudara.[2]
Otto menempuh pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Bandung, kemudian melanjutkan di Kweekschool Onderbouw (Sekolah Guru Bagian Pertama) Bandung, serta di Hogere Kweekschool (Sekolah Guru Atas) di Purworejo, Jawa Tengah. Setelah selesai bersekolah, Otto menjadi guru HIS di Banjarnegara, Jawa Tengah. Pada bulan Juli 1920, Otto pindah ke Bandung dan mengajar di HIS bersubsidi serta perkumpulan Perguruan Rakyat.[2]

Pra kemerdekaan

Dalam kegiatan pergarakannya pada masa sebelum kemerdekaan, Otto pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Budi Utomo cabang Bandung pada periode 1921-1924, serta sebagai Wakil Ketua Budi Utomo cabang Pekalongan tahun 1924. Ketika itu, ia menjadi anggota Gemeenteraad ("Dewan Kota") Pekalongan mewakili Budi Utomo.
Oto juga aktif pada organisasi budaya Sunda bernama Paguyuban Pasundan. Ia menjadi Sekretaris Pengurus Besar tahun 1928, dan menjadi ketuanya pada periode 1929-1942. Organisasi tersebut bergerak dalam bidang pendidikan, sosial-budaya, politik, ekonomi, kepemudaan, dan pemberdayaan perempuan.
Otto juga menjadi anggota Volksraad ("Dewan Rakyat", semacam DPR) yang dibentuk pada masa Hindia Belanda untuk periode 1930-1941.
Pada masa penjajahan Jepang, Otto menjadi Pemimpin surat kabar Tjahaja (1942-1945). Ia kemudian menjadi anggota BPUPKI dan PPKI yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang sebagai lembaga-lembaga yang membantu persiapan kemerdekaan Indonesia.

Pasca kemerdekaan

Setelah proklamasi kemerdekaan, Otto menjabat sebagai Menteri Negara pada kabinet yang pertama Republik Indonesia tahun 1945. Ia bertugas mempersiapkan terbentuknya BKR dari laskar-laskar rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya, Otto diperkirakan telah menimbulkan ketidakpuasan pada salah satu laskar tersebut. Ia menjadi korban penculikan sekelompok orang yang bernama Laskar Hitam, hingga kemudian hilang dan diperkirakan terbunuh di daerah Banten.[3].

Pahlawan nasional

Otto Iskandardinata diangkat sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 088/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973. Sebuah monumen perjuangan Bandung Utara di Lembang, Bandung bernama "Monumen Pasir Pahlawan" didirikan untuk mengabadikan perjuangannya. Nama Otto Iskandardinata juga diabadikan sebagai nama jalan di beberapa kota di Indonesia.

Lihat pula

Pranala luar

Referensi

  1. ^ Organisasi tersebut bergerak dalam bidang pendidikan, sosial-budaya, politik, ekonomi, kepemudaan, dan pemberdayaan perempuan.
  2. ^ a b Sunarti, Linda, Oto Iskandardinata (Tokoh Pergerakan Nasional dan Paguyuban Pasundan), Dosen Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, dalam situs luckymulyadisejarah.wordpress.com, 15 Juni 2008. Diakses 10 Februari 2011.
  3. ^ "Misteri Si Jalak Harupat", Tempo, diakses 23 Desember 2008
 
Copyright © 2016. LiputanJabar.com | Akurat Terpercaya .
Kontak Redaksi | Designed By Bang One